BISIP Gagas Perubahan Permentan 7/2018 untuk Peroleh Permentan PNBP Royalti Bagi Satker BSIP
Jakarta (18/7) – Hari ini dilaksanakan diskusi dengan seluruh Satuan Kerja di lingkup Badan Standardisasi Instrumen Pertanian secara Hybrid di Ruang Rapat Sekretariat BSIP dan melalui zoom guna melakukan pembahasan konsep Peraturan Menteri menggantikan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pedoman Alih Teknologi Pertanian. Balai Informasi Standar Instrumen Pertanian sebagai pemilik mandat penugasan Menteri Pertanian dalam penatakelolaan Aset Tak Berwujud Kementerian Pertanian berdasarkan Kepmentan 488 Tahun 2023, mengusulkan perubahan Permentan 7/2018 guna menindaklanjuti hasil diskusi saat FGD ke-3 dengan Dit. PNBP Kementerian Keuangan, terutama setelah memahami PP 58 Tahun 2020 Pasal 53 ayat 3 huruf (a) mengenai penggunaan dana PNBP dapat digunakan oleh Instansi Pengelola PNBP untuk Unit Kerja di lingkungannya terutama dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan PNBP dan/atau peningkatan kualitas penyelenggaraan pengelolaan PNBP dan/atau kegiatan lainnya.
Menanggapi penugasan dan Amanah pada PP 58/2020 tersebut maka BISIP mengusulkan Permentan berjudul Penetapan PNBP Atas Pemanfaatan ATB Kementerian Pertanian pada BSIP guna memberikan pengaturan persentase dari perolehan PNBP royalty untuk Satker pelaksana Perjanjian Lisensi yang semula diatur 40:40:20 (Satker:Inventor:BPATP) menjadi 50:20:30 (Satker:BISIP:Inventor). Hal mengenai besaran imbalan royalti untuk inventor yang telah diatur tersendiri dalam PMK 136/2021 sebesar 30% dikarenakan besar nilai royalti keseluruhan yang masih kurang dari 2M, sehingga nilai pelapisannya masih masuk dalam 30%. Bahkan di kesempatan lain, Bapak Sekretaris Badan menginginkan agar usulan proporsi ini bisa ditingkatkan lagi.
Masukan dalam batang tubuh konsep Permentan dari Biro Hukum yang diwakili oleh Bapak Lutu Dwi, diungkapkan akan pentingnya menstrukturkan syarat dan pelaksanaan perjanjian lisensi. Hal pada batang tubuh ini juga harus sejalan dengan SOP yang sudah disosialisasikan, ungkap Dr. Ketut Gede Mudiarta saat memberi masukan. Masukan lain yang disampaikan Dr. Ketut berdasarkan pengalamannya disebutkan bahwa pemilahan perjanjian lisensi eksklusif dan non eksklusif ini memberikan kekhawatiran atas kemungkinan praktek monopoli, dan dapat masuk pada ranah persaingan usaha. Menanggapi hal ini Kepala BISIP mengungkap bahwa saat ini Keputusan Satker pelaksana sangat penting, terutama dalam pembatasan jumlah mitra pelisensi untuk 1 ATBnya. Terutama untuk memberi kesempatan agar hasil-hasil ATB yang lain pun dapat dimanfaatkan oleh Mitra. Contohnya untuk Padi Hibrida, dilakukan pembatasan oleh BB Padi.
Hal lain mengenai besaran royalti untuk Mitra Pelisensi oleh Kepala BISIP diungkapkan bahwa dalam konsep ini usulan besarannya masih sama dan tidak ada perubahan, tentunya hal ini memperhatikan dukungan Kementerian Pertanian pada UU 11/2020 mengenai Cipta Kerja, atas peluang usaha perbenihan dari potensi kemitraan yang terjadi dari perjanjian lisensi dengan penangkar ataupun mitra usaha lainnya, ungkapnya lagi.
Langkah selanjutnya dari pengusulan konsep Peraturan Menteri ini akan dilakukan public hearing dengan seluruh stakeholder dan diharapkan dengan melakukan konsepsi penetapan ini dapat diperoleh ijin penggunaan PNBP royalti untuk Satker di BSIP.