BISIP Gali Harmonisasi Pelaksanaan Fungsi Pengelolaan Hasil Standar
Serpong (9/10) – Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Mekanisasi Pertanian (BBPSI Mektan) yang disahkan pada kurang lebih 3 bulan lalu oleh Ketua Komisi Akreditas Nasional (KAN) melalui penetapan Sertifikasi Akreditasi LSPr-146-IDN, pada 26 Juni 2024 ini menjadi tempat diskusi Balai Informasi Standar Instrumen Pertanian (BISIP) dalam menggali potensi tugas yang berkaitan dengan pengelolaan hasil standardisasi instrumen pertanian. Tugas pelayanan informasi yang dirangkaikan dengan pengelolaan hasil standar ini digali potensi ruang pelaksanaan tugasnya oleh BISIP. Diskusi yang berlangsung di RR Lt. 2 BBPSI Mektan dihadiri oleh tim BBPSI Mektan yakni Kapoksi PE, Kapoksi PHS dan LSPro Mektan yang diwakili oleh ketua Kelompok Standardisasi & Pengujian/Pengawas Alsintan Madya yang menyampaikan pengenalan LSPro BBPSI Mektan.
Bermula dari kondisi saat ini bahwa sudah ada sekitar 38an judul SNI yang dihasilkan oleh Komtek-Komtek di BSIP dalam kondisi SNI baru ataupun SNI revisi. Termasuk kemudian bahwa salah satu mitra pelisensi sudah melakukan kesepakatan dalam pasal kewajibannya untuk menerapkan standar SNI Kentang sebagaimana perjanjian lisensinya sudah ditandatangani pada 5 Agustus 2024 lalu dan rencananya akan mulai berproduksi pada Februari 2025 mendatang. Namun, menerapkan SNI membutuhkan skema penerapan sebagaimana fungsi penerapan juga hanya ada di Balai Penerapan, maka BISIP mengidentifikasi bahwa nantinya Balai Penerapan ataupun Balai Besar Penerapan akan menjadi UPT yang secara sinergi bekerja bersama untuk memastikan mitra penerap standar ini mendapatkan pendampingan penerapan standarnya. Pendampingan langsung kepada penerap bisa dilakukan oleh BPSIP yang kemudian mendapatkan evaluasi efektifitas penerapan standarnya oleh BB Penerapan. Secara skema fungsi hal ini menjadi satu kesinambungan. Walaupun skema penerapan ini belum diketahui siapa yang mengerjakan, ungkap Nuning, kepala BISIP.
Menanggapi kondisi saat ini bahwa dari RSNI3 yang dihasilkan oleh BSIP sudah disahkan menjadi SNI. Selanjutnya apakah untuk menerapkannya cukup dengan dokumen SNI saja, tentunya tidak, ada tahapan selanjutnya. Hal sebagaimana disampaikan saat FGD di Lido, dipastikan untuk penerapan standar diperlukan skema penerapan. Bahkan skema ini juga diharapkan dapat diproses secara paralel saat SNInya dirumuskan sehingga jika nanti sudah akan penerapnya, maka penerapnya tersebut nanti dapat dipastikan memperoleh Tanda SNI dan apa yang diinginkan dengan NTDS dapat diraih pula, ungkap Elita Rahmasetia Widjaja, Ph.D.
Demikian pula menanggapi bahwa jika nantinya SNI diberlakukan wajib, selain penyusunan skema penerapan, juga perlu dilakukan koordinasi penyusunan regulasinya hingga dapat diperoleh RIA (regulatory impact assessment) sebagai tahapan untuk menyampaikan notifikasi ke Komisi World Trade Organzation (WTO), dan untuk hal ini akan lebih tepat jika prosesnya berada di Sekretariat, ungkap Manajer LSPro BBPSI Mektan Bapak M. Iqbal.
Tentunya siklus sejak dari identifikasi kebutuhan standar dari Balai-Balai Penerapan ini harus secara kesinambungan hingga nanti dapat diperoleh skema penerapannya dan di Lokasi yang membutuhkan standar tersebut dipastikan dapat didorong hingga memperoleh Tanda SNI ketika nanti dilakukan pendampingan penerapannya oleh Balai-Balai Penerapan, dan BB Penerapan dapat melakukan evaluasi efektifitas penerapan standarnya termasuk melalui penyusunan panduan atau petunjuk teknis pelaksanaannya, ungkap Ketut G. Mudiarta.
Siklus probis ini tentunya perlu didalami lagi lebih kondusif dalam nuansa saling mengidentifikasi ruang-ruang tugas dan fungsi di masing-masing Satker di BSIP, dan BISIP sebagai satu-satunya Balai dengan fungsi pemanfaatan dan pengendalian hasil standar instrumen dapat secara harmonis melaksanakan fungsi ini, tutup Kepala BISIP. Diakhir bahkan disepakati penting untuk dapat studi banding kepada Kemenperin, sebagaimana SNI wajib terbanyak ada di Kemenperin.