BISIP Koordinasikan Masukan Kementan untuk Pembagian Manfaat KIK Sektor Pertanian
Bogor (23/7) – Hari ini di Balai Informasi Standar Instrumen Pertanian dilakukan diskusi internal lingkup Kementerian Pertanian (Kementan) atas permintaan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) berkaitan dengan kajian pembagian manfaat dari Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). BISIP mewakili Kementan diusulkan untuk mengikuti diskusi penyusunan rekomendasi kebijakan terkait kajian KIK tersebut atas arahan Sekretaris Badan. Pertemuan penyusunan rekomendasi yang dilakukan di KemenKUMHAM yang melibatkan antar K/L terkait telah dilakukan dua kali secara daring dan luring. Oleh karenanya, BISIP mengkoordinasikan kembali diinternal Kementan untuk menghimpun masukan-masukan dari PPVTPP, Biro Hukum Kementan, BBPSI Biogen, dan PUSTAKA.
Paparan pengantar diskusi dari Kepala BISIP, Nuning Nugrahani, membingkai diskusi akan pentingnya melakukan inventarisasi KIK karena berpotensi dalam pembagian manfaat dan KIK adalah milik negara, selain juga Indonesia yang sudah banyak meratifikasi perjanjian internasional berkaitan dengan Sumber Daya Genetik (SDG), ungkap Nuning. Hal lain yang dipaparkan terkait potensi pendalaman tugas dan fungsi satker lingkup Kementan, seperti di PPVTPP yang memiliki tusi ‘pendaftaran varietas lokal’, BBPSI Biogen dengan sarana prasarana Bank Gen, dan juga keberadaan Komnas SDG dan Komdanya di daerah.
Usulan penatalaksanaan dalam koridor padu padan data SDG diperlukan sejak awal, terutama sejak proses pendaftaran varietas lokal yang dilakukan di PPVTPP, ungkap Novianto dari Biro Hukum. Berbasis pada tugas dan fungsinya, bisa saja kondisi penyediaan informasinya berada di BISIP, ungkapnya lagi. Sedangkan data SDG yang ada di BB Biogen mungkin bisa diperluas dengan mengkoordinasikan data SDG yang ada di Unit Kerja yang lain di BSIP, walaupun datanya secara keseluruhan ada di masing-masing Balai, jelasnya lagi.
Sedangkan dalam kaitannya dengan PUSTAKA dijelaskan bahwa Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) dan Pengetahuan Tradisional (PT) terkait pertanian perlu digali lagi secara mendalam, misal mina padi, ungkap Ifan dari PUSTAKA. Demikian pula dengan subak dan rice terrace di Jatiluwih termasuk contoh-contoh EBT dan PT dari sektor pertanian yang sudah dirasakan pembagian manfaatnya langsung oleh masyarakat bahkan di Jatiluwih dengan potensi pariwisatanya, tambah Nuning lagi. Tentunya hal-hal yang belum diinventarisir ini perlu mulai dilakukan sebagai kesiapan Kementan menanggapi ratifikasi perjanjian internasional yang baru nantinya, yang berhubungan dengan penerapan benefit sharing pada KIK, khususnya untuk sektor pertanian pada SDG tanaman pangan dan pertanian juga pada EBT dan PT.
Disepakati dari diskusi bahwa diharapkan agar masing-masing satker yang terkait dapat mulai melakukan padu padan data SDG KIK, khususnya dari implementasi tugas dan fungsinya masing-masing. Dari posisi ini dapat diukur bahwa penyiapan Peraturan Menteri Pertanian mengenai hal pembagian manfaat dari KIK di sektor pertanian masih perlu waktu dan pertimbangan yang tepat, seiring dilakukannya padu padan data. Termasuk untuk pengelola pembagian manfaatnya, dipastikan tidak terpusat mengingat pengaturannya yang cukup sulit karena akan berkaitan dengan Pemerintah Daerah ataupun pemangku kepentingan yang lain, ungkap Nuning.