DJKI Sosialisasikan Paten SDG dan Mikroorganisme Sesuai Budapest Treaty
Bogor (11/9) – Balai Informasi Standar Instrumen Pertanian mendapatkan kesempatan untuk hadir mewakili BSIP bersama Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BBPSI Biogen) pada Focus Group Discussion Permohonan Paten terkait Sumber Daya Genetik. Acara FGD diikuti oleh K/L dan konsultan paten, serta BRIN dan Pemeriksa Paten di Ditjen Kekayaan Intelektual, KemenkumHAM ini dilaksanakan selama 2 hari (11-12 September).
FGD ini menghadirkan narasumber dari JICA Expert terkait dengan “Praktek Pendaftaran Paten yang Berkaitan dengan Sumber Daya Genetik di Jepang” dan WIPO Associate Officer dan WIPO Senior Legal Officer terutama untuk mengungkapkan “Budapest Treaty System” dan “Budapest Treaty Specific Issues” serta dari The Collection Nationale de Cultures de Microorganismes (CNCM) Perancis terutama berkaitan dengan “Experience and practices of a culture collection as an International Depository Authority”. FGD juga menghadirkan narasumber dari Indonesia khususnya dari BRIN yang berkaitan langsung dengan komitmen menyediakan International Depository Authority (IDA) dimana Indonesia sudah memiliki InaCC (Indonesia Culture Collection) sejak 2014 di di Kampus Cibinong Science Center tentunya dengan tarif-tarif penyimpanan yang telah diberlakukan, ungkap Prof. Atit Kanti yang menjadi salah satu narasumber dari BRIN.
Mendengarkan penjelasan dari narasumber sejak hari pertama hingga hari kedua ini dapat diketahui bahwa saat ini dengan Indonesia telah meratifikasi Budapest Treaty menjadi Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2022 tentang Pengesahan Budapest Treaty on The International Recognition of The Deposit Of Microorganism for The Purposes of Patent Procedure (Traktat Budapest Mengenai Pengakuan Internasional Penyimpanan Jasad Renik untuk Kepentingan Prosedur Paten).
Dalam prakteknya DJKI sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan proses sertifikasi paten sejak dari pendaftaran tentunya perlu mendalami implementasi dari Budapest Treaty ini, terutama ditengah-tengah sedang dibahasnya revisi Undang-Undang Paten No. 13 Tahun 2016, demikian ungkap Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Rahasia Dagang, Dr. Sri Lastami. Mengungkap kemungkinan dan batasan-batasan seperti apa yang dilakukan oleh negara-negara yang sudah meratifikasi Budapest Treaty ini, maka diundanglah para pakar dari WIPO dan juga dari negara yang sudah melaksanakan seperti Jepang dan juga Perancis, tambahnya lagi. Dari FGD ini diharapkan ada penguatan untuk kebijakan dan prosedur paten bagi jasad renik ataupun paten SDG sebagaimana tempat koleksinya sudah ada dibawah koordinasi BRIN, ungkap Dr. Lily Evelina Sitorus, S.H., M.Si. yang menjadi Panitia Penyelenggaraan FGD ini.
Lebih jauh Kementerian Pertanian sebagai salah satu pemangku kepentingan atas implementasi traktat ini tentunya perlu menengarai lebih lanjut terutama dalam posisi bahwa SDG lebih banyak dilakukan perlindungan melalui sertifikat PVT dibandingkan dengan perlindungan paten dan juga mikroorganisme atau jasad renik yang juga menjadi salah satu instrument biologis belum dilakukan dengan baik pencatatannya apalagi hingga penyimpanan koleksi dan juga pendaftaran patennya. Tentunya praktek dari implementasi Budapest Treaty ini menjadi perhatian bagi Kementerian Pertanian, dan akan mengikuti aturan yang sudah diberlakukan, ungkap Nuning.