DJKN, Kemenkeu: Membuka Peluang Kodifikasi Baru untuk ATB dari Hasil Standar
Jakarta (24/9) – Balai Informasi Standar Instrumen Pertanian (BISIP) mendapat kesempatan langsung untuk berdiskusi dengan Direktur Penilaian Ditjen Kekayaan Negara, Bapak Arik Hariyono, di kantornya. Diskusi yang berlangsung secara intensif juga melibatkan bersama Kepala Bidang Penilaian Bisnis Bapak Rachmat Kurniawan, Kepala Bidang Bisnis HKI Bapak Nafi, serta Tim dari Pusat Kebijakan Kekayaan Negara: Bapak Kholis dan Ibu Diah. Kegiatan ini menjadi bagian dari tindak lanjut pelaksanaan Focus Group Discussion yang diinisiasi BISIP pada 14 Juni lalu ini, memberikan kejelasan langkah yang harus ditempuh untuk mengajukan pengusulan atas 2 hal, yaitu: 1) melakukan pembukuan hasil-hasil HKI berupa paten, hak cipta, merek, rahasia dagang, dan PVT sebagai Aset Tak Berwujud (ATB) sehingga pembiayaan pemeliharaan atas perlindungan hasil-hasil HKI ini dapat dikategorikan dalam akun 002 pemeliharaan; dan 2) mempersiapkan pengusulan atas hasil standar yang dapat dijadikan sebagai kodifikasi baru atas ATB.
Diskusi yang cukup mengakomodir peluang operasional kebutuhan BSIP dalam mengkategorikan hasil-hasil standarnya kedepan ini memberikan indikasi bahwa secara struktur di Kementerian Keuangan sebetulnya juga membuka peluang-peluang terkait langkah substantif yang hanya diketahui oleh K/L. Seperti halnya BRIN yang saat ini juga melakukan penataan atas asetnya, termasuk aset berupa HKI, demikian ungkap Arik Hariyono.
Kepala BISIP, Nuning Nugrahani, juga menyampaikan bahwa sebelum melaksanakan diskusi bersama Kemenkeu, BISIP juga telah melakukan rangkaian studi banding dan FGD dengan lembaga-lembaga terkait seperti BSN, BRIN, KKP, DJKI, dan juga K/L yang saat dulunya adalah Badan Litbang yang kemudian bertransformasi, seperti halnya dengan KLHK. Implementasi hasil dari rangkaian studi tersebut, berkenaan dengan pengelolaan HKI yang masih ada di Kementerian Pertanian, BISIP kemudian mengambil langkah pengusulan tarif nol rupiah untuk 199 judul paten yang belum komersial pada tahun 2024. Hal ini sebagaimana merupakan previlege yang diberikan dari DJKI sesuai PP 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, jelas Nuning.
Hasil dari diskusi hari ini sekaligus memperkuat potensi kedepan untuk menstrukturkan HKI sebagai BMN terutama menjadi ATB yang dapat dibukukan dalam Laporan Keuangan BSIP. Hal dimana pola perhitungan atau valuasi atas ATB sewaktu masih BPATP yang hanya dengan mencantumkan biaya pendaftaran untuk paten, ternyata dinilai terlalu kecil oleh BPK, jelas Nuning. Oleh karenanya, belajar dari pengalaman tersebut maka dilakukan diskusi hari ini sebagai bagian dari Kajian Pemanfaatan ATB. Kajian ini merupakan bentuk bagi BISIP untuk mendudukkan fungsi Pengelolaan Hasil Standardisasi yang diamanatkan dalam Permentan 13 Tahun 2023, tambah Nuning.
Dijelaskan oleh Bapak Rachmat Kurniawan yang biasa disapa dengan Bapak Qory bahwa upaya penilaian valuasi ATB dapat ditempuh BISIP dengan menyusun panduan terlebih dahulu yang dapat didampingi oleh Tim Bidang Penilaian Bisnis, DJKN, disamping juga akan dilakukan penilaiannya oleh Tim Penafsir di DJKN. Langkah ini perlu disiapkan sebelum nantinya pencatatannya dapat disahkan oleh Badan Standar Akuntansi Pemerintah dibawah Bapak Encep Sudarwan selaku Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara sebelum dilakukan pengakuan sebagai aset. Bahkan dari panduan yang disusun dengan melibatkan dan berkoordinasi dengan Biro KBMN, Kementan, juga dapat dilakukan pendampingan untuk peningkatan kapasitas SDM dari satker pengusul, hingga memperoleh sertifikasi sebagai penilai. SDM yang telah tersertifikasi inilah yang nantinya berperan sebagai penilai aset yang dimiliki satker, hal ini dilakukan karena keterbatasan SDM penafsir di Kemenkeu, ungkap Pak Qory lagi. Keseluruhan langkah ini tentunya dapat berlangsung setelah dilakukan penilaian atas ATB sebagaimana dikategorikan sebagai penilaian yang andal di internalnya, terutama dengan memisahkan biaya saat masih sebagai riset dan biaya pengembangan, hingga dilakukan pengelolaan HKI yang efektif untuk menggali potensi dan manfaat ekonominya secara optimal, ungkap Kholis menambahkan.
Dari diskusi ini penting bagi BISIP melakukan langkah tindak lanjut, di antaranya dengan menyusun Panduan, kemudian mengusulkan kembali Permentan ATB yang pernah dibahas tahun 2021, selain juga dilakukan diskusi intensif dengan Biro KBMN di Kementan dalam upaya menstrukturkan kebutuhan untuk mencatatkan ATB sebagai BMN, ungkap Nuning.
Dalam kesempatan lain usai pertemuan ini, Kepala BISIP juga melaporkan kepada Sekretaris Badan Dr. Haris Syahbuddin, DEA akan pentingnya melakukan langkah sebagaimana yang diarahkan oleh Kemenkeu, terutama kedepan dalam menjadikan hasil standar sebagai ATB. Hal dimungkinkan sebagaimana penerapan SNI dipastikan mampu meningkatkan nilai tambah dan daya saing suatu produk, dan tentunya bernilai ekonomi, tambah Nuning lagi.