Hasil Kajian Pemanfaatan Hasil Standar Berbasis HKI Ungkap Dilemma of Innovation
Bogor (28/11) – Balai Informasi Standar Instrumen Pertanian (BISIP) pagi ini menggelar Seminar Hasil Kajian Pemanfaatan Hasil Standar Berbasis HKI di Auditorium Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP), Pasarminggu, Jakarta. Seminar ini juga merupakan Last Lecture dari Dr. Ir. Ketut Gede Mudiarta, M.Si, selaku Analis Pemanfaatan IPTEK Ahli Madya di BISIP. Sebagaimana disebutkan oleh Dr. Haris Syahbuddin, Sekretaris BSIP, saat memberikan arahan dan membuka seminar, bahwa proses peralihan tugas dan fungsi saat menjadi Balai Pengelola Alih Teknologi (BPATP) dan bertransformasi menjadi BISIP memang tidak mudah, terutama dalam mengkaji pemanfaatan dari 1000 invensi bernilai kekayaan intelektual sebagai hasil Balitbangtan dan masih berstatus milik Kementerian Pertanian. Kemudian kini menyongsong peralihan organisasi Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BrMP) yang saat ini dalam proses penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) di lingkup Kementerian Pertanian.
Digambarkan oleh Haris bahwa definisi dari perakitan dan perekayasaan di BrMP merupakan pekerjaan yang memuat 25% dari pekerjaan riset, namun memang level siap terapnya sudah lebih matang dari penelitian hulu. Meski tidak murni riset 100%, namun dipastikan level ouput perakitan yang dimaksud berada di Tingkat kesiapterapan teknologi (TKT) antara 7, 8, bahkan 9. Dalam seminar kajian yang juga menghadirkan DJKI, KemenKUMHAM, Analis Pemanfaatan IPTEK Ahli Muda BRIN, dan Satker lingkup BSIP sebagai pembahas ini memberikan informasi praktek dan pola pemanfaatan guna mendukung tuntutan kebutuhan pembangunan berkelanjutan yang saat ini dianggap masih cukup rendah, terutama untuk pangan bergizi dan swasembada pangan, ungkapnya.
Ketut dalam paparan mengungkap bahwa sepanjang series pelaksanaan FGD yang dilakukan sebagai metodologi sederhana pengkajian ini memberikan gambaran terjadinya dilemma innovation akibat perubahan tusi kelembagaan dari Balitbangtan menjadi BSIP. Oleh karena itu, perlu harmonisasi tusi di semua level, baik level makro terkait kebijakan dan aturan, level meso insitusi, dan level mikro stakeholder lainnya, apalagi kedepan akan berubah lagi menjadi BrMP. Harmonisasi ini membutuhkan regulasi formal yang mendukung pelaksanaan pemanfaatan inovasi bahkan ketika hasil riset didorong menjadi bagian dari SNI, agar distribusi insentif kemanfaatan tersebut jelas, ungkapnya. Basis regulasi sebagai dasar pelaksanaan tusi pengelolaan dan pemanfaatan HKI di BISIP adalah penugasan Menteri berupa Kepmentan 488/2023, namun masih perlu untuk terus diperkuat dengan legal standing lainnya, ungkapnya.
Dari Pembahas BRIN, Ibu Theresia Ning Astuti, M.Ikom mengungkap hal sama yang juga dilakukan dalam koordinasi 3 Direktoratnya di BRIN. Sedangkan dari Pembahas DJKI, Bapak Rifan Fikri menyebutkan bahwa implementasi dalam penggunaan KI untuk potensi penyusunan standar saat ini didukung oleh UU 65/2024 utamanya dalam pasal 20a, terkait dengan sistem monitoring dan kewajiban pelaporan penggunaan invensi paten yang dimanfaatkan. DJKI pun mendukung proses kegiatan riset maupun perakitan melalui penyediaan dokumen paten seluruh dunia sehingga tergambar tren riset yang berkembang yang nantinya bisa menjadi ide dalam melakukan riset dan perakitan. Dari sisi praktikal, memang masih terdapat kesulitan pada implementasi pola komersialisasi yang mana dalam proses alih teknologi ke mitra kerjasama masih membutuhkan kontribusi Inventor yang saat inii berada di BRIN, ungkap Dr. Evi Savitri, Kepala BPSI TRI. Tantangannya yakni mekanisme perizinan pendampingan dari BRIN yang disebutkan membutuhkan Perjanjian Kerja Sama terlebih dahulu. Sebagai respon, Ibu Theresia menyampaikan bahwa proses melibatkan inventor untuk mendukung alih teknologi seharusnya tidak sulit dan tidak sampai membuat PKS terlebih dahulu.
Hasil seminar ini memberikan gambaran kebutuhan untuk regulasi dan tentunya perlu diperdalam dengan diskusi lebih lanjut, ungkap Sekretaris Badan di akhir Seminar. Perubahan organisasi menjadi BrMP adalah sebuah kesempatan, dimana perakitan berasal dari perekayasaan dan perekayasaan dimulai dari penelitian sehingga pemaknaan rangkaian ini tidak boleh terpisah. Justru ketika menjadi BrMP, kita semakin dekat dengan komerisialisasi dan untuk ini akan menjadi PR besar, terutama mendorong satker lingkup BSIP untuk turut serta berperan, ungkap Haris. Upaya ini diharapkan dapat mendorong potensi besar pemanfaatan berbagai invensi yang dimiliki, yang saat ini pemanfaatannya baru mencapai 20% saja, ungkap Haris lagi. Ucapan terima kasih disampaikan dari Kepala BISIP, Nuning Nugrahani atas Seminar hasil kajian yang telah dituntaskan oleh Dr. Ketut dan terutama kontribusinya selama 33 tahun masa baktinya di Kementerian Pertanian. Hal ini tentunya akan menjadi tantangan kita semua dalam mendukung pemanfaatan yang lebih besar lagi dari hasil-hasil invensi kedepannya. (NN/MP)