Kodifikasi Standar sebagai ATB, Dimungkinkan
Jakarta (14/6) – Di hari ke-3 pelaksanaan Focus Group Discussion Pengelolaan dan Pemanfaatan Hasil Standar Instrumen Pertanian, Jumat, 14 Juni 2024, kembali dilaksanakan di Ruang Rapat Sekretariat BSIP di Pasar Minggu yang berlangsung secara hybrid. Sesi ke-3 ini menghadirkan 9 lembaga berkompeten pada bidangnya terutama yang berkaitan dengan Aset Tak Berwujud (ATB).
Saat mengantarkan diskusi sekaligus juga membukanya, Kepala BISIP, Nuning Nugrahani, menyampaikan bahwa diskusi ini sifatnya terbuka dan akan menjadi input bagi Balai Informasi Standar Instrumen Pertanian (BISIP) dalam melaksanakan tugas terkait dengan pelaksanaan pelayanan informasi dan pengelolaan hasil standar instrumen. Bahkan, diskusi ini merupakan bagian dari ilmu mendasar yang sangat diharapkan dapat terbangun saat dulu masih Balai Pengelola Alih Teknologi (BPATP), terutama yang berkaitan dengan pengelompokan ATB dan potensi ekonomi yang telah dapat diraih dari pemanfaatannya, dan hal ini masih berlangsung hingga perubahan lembaga menjadi BISIP. Histori dari perjalanan pemanfaatan ATB ini tertelusur karena pada FGD ketiga ini juga dimoderatori oleh Dr. Ketut Gede Mudiarta yang sebelumnya adalah Kepala BPATP.
Sesi ketiga FGD ini mengundang perwakilan dari Dit. PNBP, Dit. Kekayaan Negara, Dit. KSAP, Dit. APK, Kemenkeu, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), Perwakilan BPK, Perwakilan Inspektorat IV, dan Biro KBMN, Kementan, dan fungsional ahli muda Pengelola APBN, Sekretariat BSIP. Dalam diskusi disepakati bahwa sangat penting membuka ruang bagi BISIP untuk tetap berkinerja dalam melakukan pemanfaatan hasil ATB bernilai KI dan potensi pengelolaannya sangat dimungkinkan dilaksanakan. Bahkan rambu-rambu terkait bagaimana cara menyajikannya dalam Laporan Keuangan, juga diungkap dari masing-masing Narasumber ataupun Peserta.
Apa yang diperoleh pada FGD Sesi ketiga ini benar-benar membuka wawasan baru, terutama berkaitan dengan potensi bahwa ATB dari standar juga sangat dimungkinkan, ungkap Nurkholis, perwakilan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Memang hingga saat ini belum ada kodifikasi standar sebagai bagian dari jenis ATB, namun, mekanisme pengusulan kodifikasi tersebut selalu dilakukan di setiap semesternya, sehingga jika memang hasil standar teridentifikasi memenuhi kriteria sebagai ATB, bisa dilakukan pengusulan kodifikasi standar sebagai ATB, ungkapnya lagi.
Contoh yang diberikan oleh IAI terkait pengukuran nilai ATB, secara khusus yang berlangsung di lingkungan swasta, memperkuat langkah yang pernah dilakukan sewaktu masih BPATP, yaitu pengukuran Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) dan bagaimana memisahkan pendanaan yang menyertainya hingga diperoleh ATB. Sedangkan hal-hal yang meragukan dalam hal penyajian pada Laporan Keuangan, pada dasarnya juga dapat diperjelas dengan langkah yang sudah diatur dalam ketentuan yang ada.
Dari diskusi hari ini disampaikan minimal ada 3 hal, yaitu: 1) ada kesempatan bagi Kementan apabila standar akan masuk dalam kodifikasi ATB dan hal ini dapat diusulkan untuk meningkatkan potensi pemanfaatannya; 2) permohonan peninjauan ulang nilai persentase PMK 136/2021, dalam hal ini melihat kembali nilai persentase imbalan royalti kepada Periset/Pemulia sudah dianggap tercukupi dari tukin yang sudah diterima dan memaksimalkan persentase bagi Satker penghasil dan pengelola ATB dalam hal ini BISIP agar dapat digunakan kembali untuk mendukung layanan pengelolaan ATB itu sendiri, dan 3) hasil standar dalam potensi pemanfaatannya bisa saja mendatangkan PNBP dalam bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) Pemerintah kepada penerap standarnya, karena yang diinginkan adalah tersebarnya penerapan standar dan diujungnya nanti diperolehnya peningkatan nilai tambah dan daya saing.
Menyambut informasi yang diperoleh pada sesi ini, peluang standar menjadi ATB perlu didukung dengan pengusulan kodifikasi, meskipun memang SNI adalah output dari BSN, kedepan bisa saja dimungkinkan adanya jalinan kerjasama, ujar Ketut. Melengkapi diskusi sekaligus menutup FGD sesi ketiga, Nuning menyampaikan bahwa kelembagaan tidak akan lepas dari dinamika, namun, hal terpenting adalah untuk tetap berproses dalam melaksanakan tugas yang tentunya harus didukung dengan aturan yang dirancang seoptimal mungkin mendukung kinerja itu sendiri.