Mangga: Peluang Menguasai Pangsa Pasar Global dengan Keistimewaannya
Siapa yang tak kenal dengan buah manis yang satu ini? Mangga, yang pertama kali ditanam di India dan memiliki nama Latin Mangifera indica, adalah salah satu buah yang begitu disukai. Kandungan vitamin C yang tinggi membuatnya begitu populer. Tahukah Anda bahwa satu cangkir mangga mengandung sekitar 60 mg vitamin C? Tidak hanya enak dimakan segar, mangga juga bisa diolah menjadi berbagai sajian lezat seperti puding, es krim, asinan, rujak, sambal, hingga salad buah.
Di Indonesia, terdapat berbagai jenis mangga yang terkenal, di antaranya Mangga Harum Manis, Mangga Apel, Mangga Indramayu, Mangga Golek, Mangga Gedong Ginju, Mangga Alpukat, Mangga Madu, Mangga Garifta, dan Mangga Manalagi. Kementerian Pertanian telah merilis beragam varietas mangga, seperti Kenlayung, Garifta Merah, Garifta Orange, Garifta Kuning, Garifta Gading, Marifta 01, dan Keraton 119. Varian mangga dengan kulit merah, seperti Ken Layung dan Marifta 01, sangat diminati untuk ekspor karena gradasi warna yang menarik antara merah, orange, dan kuning.
Mangga adalah salah satu komoditas hortikultura Indonesia yang telah berhasil menembus pangsa pasar internasional. Meski demikian, tantangan masih ada, terutama terkait kualitas dan keamanan produk. Setiap negara tujuan ekspor memiliki standar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa kualitas dan keamanan produk memenuhi standar internasional.
Mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 3164-2009, mangga diklasifikasikan menjadi tiga kelas mutu, yaitu kelas super, kelas A, dan kelas B. Kelas super harus bebas dari cacat kecuali cacat sangat kecil, sementara kelas A dan B adalah mangga berkualitas baik dengan cacat yang diperbolehkan dengan ketentuan tertentu. Semua kelas mangga harus memenuhi persyaratan minimum seperti utuh, padat, tampilan segar, layak dikonsumsi, bersih, bebas dari benda asing yang terlihat, bebas dari memar dan hama penyakit, bebas dari kerusakan akibat suhu tinggi dan rendah, serta bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal. Selain itu, kematangan yang cukup dan panjang tangkai tidak lebih dari 1 cm juga menjadi faktor penting.
Eksportir menghadapi kendala utama terkait mutu visual mangga, yang masih kurang jika dibandingkan dengan negara maju lainnya. Kurangnya penerapan teknologi pasca panen, seperti pencucian untuk menghilangkan debu dan kotoran yang menempel pada kulit mangga akibat getah saat proses pemanenan, menjadi penyebab utama rendahnya mutu visual mangga Indonesia. Penanganan pascapanen dan pengolahan produk buah mangga memegang peranan penting dalam meningkatkan nilai tambah serta mengurangi kerugian hasil.
Pengembangan agribisnis mangga masih menghadapi beberapa kendala, seperti kurangnya ragam, kualitas, ketidaksesuaian pasokan dengan permintaan pasar, serta kesenjangan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, akses lahan, modal, dan pasar.
Meskipun begitu, produksi mangga di Indonesia terus meningkat, mencapai lebih dari 3,3 juta ton pada tahun 2022. Banyak mangga yang dipasarkan di dalam negeri, sementara ekspor juga terus berkembang. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada tahun 2021, Indonesia mengekspor mangga senilai USD 4,56 juta dengan jumlah 3.112 ton. Negara tujuan ekspor termasuk Singapura, Kanada, Amerika Serikat, dan Vietnam.
Mangga Indonesia, dengan keunikan dan kualitasnya, terus berusaha memenangkan hati pasar internasional, dan dengan upaya yang tepat, kita dapat lebih mengokohkan posisi kita di pasar global.
(sumber: tulisan disarikan dari beberapa sumber)
Penulis : Myk & Okt
Editor: Nng